”Cinta yang hanya mengenai sebagian kecil saja dari kehidupan yang luas, maka belumlah bertemu dengan hakikat cinta”
(Hamka)
Cinta?
Ya, cinta. Yang mengubah dunia menjadi indah. Yang membuat para psikolog & filosof pusing memikirkan apa itu cinta? Kata mufassir Indonesia, Hamka, bahwa “Keindahan ada karena ada cinta.” Ya! Kalau kita rasakan cinta memang indah. Oh tidak! Tapi sangatlah indah.
Kata ahli nahwu cinta itu bagaikan susunan Idhafah, yang mana mudhaf tanpa mudhaf ilaihi belumlah menjadi sempurna dan indah maknanya. Jika para Fisikawan beda lagi, cinta adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya tak terbatas. Kalau kata orang Inggris bagaimana? Mungkin I love you....Para sufi bilang, alam ini di ciptakan dengan cinta. Setiap awal surah al-Qur’an diawali dengan ayat-ayat cinta—Bismillahirrahmnirrahim; dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Itulah sebuah password untuk membuka rahasia cinta di alam semesta. Segala yang menggambarkan keindahan; syair, musik, lukisan, adalah laksana rumus untuk membuktikan adanya Yang Rahman & Yang Rahim.
Tanpa pusing-pusing sampai tujuh keliling memaknai apa itu cinta? Karena tidak akan tau apa itu cinta, jika tidak merasakan sendiri nikmatnya bercinta dan keindahan bercinta. Sependapat dengan Ibnu Arabi, ”barang siapa yang mendefinisikan cinta, maka dia sebenarnya tidak tahu apapun tentang cinta”. Maka dari itu mari kita bahas saja, siapa yang akan kalian cintai? Dari mana kalian akan bercinta? Apakah dari kebaikan ortu? Atau... dari kecantikan dan keindahan seorang wanita? Kalian berhak memilih siapa yang kalian cintai dan darimana saja kalian memulai, tapi itu semua bukanlah cinta (baca; cinta hakiki), itu semua hanyalah jembatan menuju cinta.
Tahukah kalian tentang filosofis kehidupan itu seperti apa? Kata filosof amatir, tapi moderen “Hidup ini bagaikan sebuah pohon apel yang subur & bagus.” Kalau begitu kamu mencintai yang mana? Mencintai buahnya? Mencintai bunganya? Atau hanya mencintai batangnya? Kalau kamu hanya mencintai itu, lantas bagaimanakah dengan rantingnya? Bagaimana dengan daunnya yang memiliki paranan penting dalam peroses fotosintesis? Bagaimana dengan akar-akarnya? Dan bagaimana pula dengan yang lainnya? Yang memiliki hubungan dan fungsi yang sangat penting dalam pertumbuhannya.
Jika sebuah apel yang manis berhak memperoleh cintamu, atau hanya sepucuk daun yang indah telah memperoleh cinta darimu, maka yang lain pun berhak memperoleh cintamu, termasuk ulat dan lingkungan tempat tumbuhnya pohon apel tersebut. Hamka berkata bahwa,”Cinta yang hanya mengenai sebagian kecil saja dari kehidupan yang luas, maka belumlah bertemu dengan hakikat cinta”.
Jika kamu masih bingung siapa pohon kehidupan tersebut? Maka tidak usah bingung-bingung, pohon itu adalah diri kita. Maka cintailah diri kamu sendiri, jangan hanya sebagian karena diri kamu adalah satu, satu unit, satu kesatuan. Itulah teori dasar untuk mencari cinta yang hakiki.
Janganlah lupa! Kembangkanlah teori tersebut, karena teori itu masih sebuah teori dasar. Lanjutkan dengan cara mencintai lingkungan sekeliling dan makluk di sekitar kamu. Kalau ada burung yang bertengger di rantung-ranting pohon kehidupan, jangan kamu usir, jangan kamu benci, karena burung tersebut menyenandungkan syair-syair cinta dengan suara-suara musik cinta dan nada-nada cinta yang membuat hati kamu cepat bereaksi untuk meraih cinta hakiki. Begitu juga dengan ulat-ulat yang memakan buahnya yang masak dan manis, menggrogoti daun-daunnya, janganlah kamu bunuh dan jangan kamu benci!. Bingung ya? Saya katakan tidak usah bingung-bingung. Karena adanya ulat, burung-burung merasa diundang dan betah untuk bermain dan bertengger di ranting-ranting pohon kehidupan. Cinta tidak pernah putus dengan yang namanya kebencian ada relasi antara keduanya. Kalau kata Hamka, ”Yang tuan cintai tidaklah pernah putus dengan yang tuan benci, laksana hubungan jantung tuan dengan dada tuan”.
Cinta seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau seorang perempuan kepada seorang laki-laki, belumlah dinamakan cinta (Baca;cinta hakiki). Itu adalah rumus penting untuk menemukan jalan menuju cinta. Cinta Ummi-Aba pada anaknya, juga belumlah dinamakan cinta. Karena itu masih hasil sementara dari rumus cinta. Bertemunya badan laki-laki dan perempuan yang memuaskan hasrat masing-masing, belum tentu dinamakan cinta. Semuanya boleh kamu buktikan, kecuali yang bagian ahir, karena khusus buat yang sudah menikah.
Lantas dimanakah cinta—cinta hakiki—itu? Oke kita lanjutkan; Kalau ada pohon apel, pasti ada yang menjadikan tumbuh dan berkembang dari biji sampai subur dan berbuah. Siapakah dia? Dia tidak lain adalah Zat Yang Mutlak, Sang Maha Rahman & Rahim. Oleh karena itu jika kamu bilang “Aku cinta diriku sendiri”, maka cintailah Dia. Atau kamu bilang “Aku cinta Dia”, maka cintailah dirimu sendiri. Tokoh sufi terkenal—Jalaluddin Rumi—barkata ”Aku pernah berpikir bahwa cinta dan yang dicintai itu berbeda. Kini aku mengerti bahwa keduanya sama.” Kalau bahasa jawanya manunggaling kawula Gusti (yang dipopulerkan oleh Syaikh Siti Jenar). Jika kamu telah sampai pada hal tersebut, kamu akan menjadi apa yang telah dikatakan hadits “Apabila Aku (Allah) mencintainya, maka Aku menjadi telinganya yang dengannya dia mendengar, menjadi matanya yang dengannya dia melihat”.
Gampang kan? Cukup dengan modal cinta kamu bisa mendapatkan cinta sang kekasih. Tapi sebenarnya tidak segampang itu, walaupun kamu bilang “aku cinta Dia!” karena cinta bukanlah sekedar ucapan, melainkan upaya aktif demi kebahagiaan atau keinginan sang kekasih.
Cinta merupakan nikmat yang palimg tinggi dari Sang Rahman Rahim. Karena itu semoga kita memperoleh nikmat & indahnya cinta agar bisa bercinta dengan sang kekasih, amin..... Bila kamu bertanya pada penulis “kamu sang pecinta ya?” Penulis akan berkata “Bukan! Tapi aku adalah arjuna, pencari cinta”. Ihdinâ ash shirâth al-mustaqîm! Âmin!