Seperti
para pemuda mendengar suara hingar bingar hiburan malam. Seperti para âbid
mendengar suara adzan. Namun aku bukan dua golongan itu. Aku hanyalah
pelancong yang mendengar suara kekasih di tengah hutan belantara. Ya, aku
mendengar indah suaranya yang mendayu di relung kalbu seakan terjemahkan dalam
kata; mari…mari…kesinilah duhai kekasih! Sebentar saja. Naluri jiwa
menghampirinya. Menghampiri sumber suara yang mendayu itu; hei, dimana kau
berada? Aku akan kesana.
Aku
berjalan dan terus berjalan sampai di tengah hutan belantara aku kau
tinggalkan; tak ada suara mendayu itu lagi. Dimanakah kau? Kenapa aku kau
tinggalkan setelah kau panggil aku sampai tengah hutan belantara begini?
Dia
meninggalkanku. Seperti kanjeng sunan kalijaga yang ditinggal kanjeng sunan
boning di sebrang kali. Seperti Syaikh Abdul Qadir al-Jilan yang di tinggal
Khidir di tengah padang pasir. Seperti Kanjeng Nabi Muhammad saw. ketika beliau
merasa di tinggalkan oleh Nya setelah menerima wahyu pertama kalinya. Oh nabi,
apakah perasaanku ini sama denganmu? Kemana kau berada?
Sudah
lama aku kau tinggalkan begini. Meski aku tak lari, tapi aku akan terus
berjalan (terseok-seok) mengikuti. Berharap tanganmu menyentuhku. Atau berharap
ada utusanmu menjemputku untuk bersua denganmu. Atau kau kirimkan Khirdir untuk
mengajarkan peta tempatmu. Oh, dimana kau?
Sudah
lama aku kau tinggakan begini.
Rembang-Pasuruan,
22 Januari 2015