“Wahai ayahku, inilah arti mimpiku yang
dahulu itu, sesungguhnya Tuhan ku telah menjadikannya kenyataan.”
(Q.S. Yusuf: 100)
K I S A H dalam al-Qur’an, ketika Kanjeng Nabi
Yusuf as., menceritakan perihal tentang mimpinya kepada sang ayah, "Wahai
ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan;
kulihat semuanya sujud kepadaku." (Q.S. Yusuf: 04). Merenungi
informasi al-Qur’an tersebut, secara logika (berdasarkan alam nyata), pernahkah
kamu bertanya-tanya; apakah bintang, matahari, dan bulan bisa sujud?
Bagaimana cara mereka bersujud? Ya, itu karena terlanjur persepsi kita
tentang sujud adalah “sujud” seperti salah satu gerakan dalam shalat. Pernahkah
kamu melihat—atau paling tidak membayangkan—bagaimana bintang, matahari, dan
bulan bersujud?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu,
bisa jadi kita menjawabnya dengan sok ringan tanpa mensyaratkan berpikir
panjang, kira-kira begini; lah, namanya juga mimpi, semuanya bisa terjadi.
Jawaban yang sederhana sih dan sedikit bernada “ngeles”. Namun jawaban
itu benar dan menyimpan pengetahuan tentang mimpi. Paling tidak kita mengetahui
sedikit sifatnya mimpi.
Dalam mimpi, sesuatu yang tak mungkin bisa
mungkin dan sesuatu yang mungkin bisa tak mungkin. Menurut Ibnu Arabi mimpi
termasuk kedalam alam imajinasi. Menurut beliau, imajinasi adalah tempat
penampakan wujud-wujud spiritual, para malaikat dan roh, tempat mereka
memperoleh bentuk dan figur-figur “rupa penampakan” mereka, dan karena disana konsep-konsep
murni (ma`ani) dan data indera (mahsusat) bertemu dan memekar menjadi
figur-figur personal yang dipersiapkan untuk menghadapi drama event rohani. Ya,
imajinasi adalah jembatan—atau dalam bahasa santri “wasilah”—antara alam
ghaib dan nyata, antara alam ruhani dan indrawi. Dan kemampuan imajinasi
ini, masih kata Ibnu Arabi, tetaplah aktif meski kita dalam keadaan terjaga.
Namun imajinasi kalah dengan aktifitas panca indra kita. hal ini mengingatkan
saya pada kata-kata Imam al-Ghazali, bahwa ketika manusia menutup semua pintu
indra—yakni dalam keadaan tidur—maka pintu ghaib pun terbuka. Maka jangan heran
bila bagi sebagian manusia, mimpi adalah salah satu sumber informasi dan ilmu.
Bahkan mimpi menjadi perantara wahyu dan ilham yang disampaikan oleh Tuhan pada
manusia. Ihdinâ ash shirâth al-mustaqîm! Âmin!
Wallahu a’lam![]
Rembang-Pasuruan, 16 Februari 2015