C E M B U R U, pernahkan kalian mengalaminya? Ah,
tentu saja pernah, bukan? Bagaimanakah rasanya? Ah…ah…! Sakitnya itu di sini
(menunjuk ke dada)! Yah, begitulah sedikit ungkapan berbau guyonan ala
anak muda jaman sekarang. Kata Dewa 19, “Ingin ku bunuh pacarmu/saat dia
cium bibir merahmu/di depan kedua mataku/hatiku terbakar…”. Bila kata
Andrea Hirata, “Cemburu adalah perahu Nabi Nuh yang tergenang di dalam hati
yang karam. Lalu naiklah ke geladak perahu itu, binatang yang berpasang-pasangan;
perasaan tak berdaya ingin mengalahkan, rencana jahat-penyesalan,
kesedihan-gengsi….”
Hem…sepertinya kita tak perlu mendefinisikan
“cemburu”. Yah, saya mengira, kalian sudah mengerti betul apa itu cemburu
sebelum kalian mencari dan tahu definisinya di kamus atau buku-buku lainnya.
Cemburu pada Kekasih
Pernah suatu ketika salah seorang sahabat
dekat saya mendapatkan surat dari orang yang mencintainya. Cukup romantis.
Kata-katanya penuh makna, seperti ada ruh yang menghidupkannya. Kentara sekali,
bila seseorang yang mengungkapkan kata memang dari hatinya—bisa dikatakan itu
jujur, itulah yang ada di hatinya saat itu—sangatlah bermakna sekali. Tak salah
bila banyak orang mengatakan, bila itu dari hati akan sampai ke hati. entah
bagi sahabat saya tsb., sampai atau tidak; aku tidak tahu? Yang jelas sampai ke
hatiku. Bisa jadi, akan sampai juga ke hati kalian, tentu saja bila kalian
membacanya.
Kita lanjutkan cerita itu. ternyata isi surat
itu adalah curahan hatinya sendiri yang lagi terkena kecemburuan yang begitu
besarnya kepada sahabatku. Cukup membuat kira-kira, sebesar apa cintanya kepada
sahabatku. Tentu saja rasa cemburu itu sebanding dengan rasa cintanya. Yang
paling “lucu” nya—setidaknya begitulah pandangan orang normal yang
melihatnya—ternyata aku seketika itu merasakan dadaku sesak. Yah, aku cemburu
pada sahabatku sendiri (maka jangan ditanyakan; apakah aku mencintainya?).
Lebih-lebih bila ia mengirimkan surat ungkapan sayangnya kepada sahabatku itu.
Rasa-rasanya…..ah!
Ya, begitulah cemburu, seperti ketika siti
Sarah meminta Nabi Ibrahim as. untuk menjauhkan siti Hajar—istri kedua yang
awalnya adalah budaknya siti Sarah sendiri—dari pandangan matanya, karena ia
lebih dahulu melahirkan putra, Ismail as. sedangkan ia belum dikaruniai anak.
Seperti ketika Nabi Muhammad saw. menghampiri Hafshah ra. dan berjalan
bersamanya spontan Siti Aisyah ra. merasa kehilangan lalu menendangkan kakinya
pada tetumbuhan izkhir sambil berkata; Ya Tuhanku! Semoga ada
kalajengking atau ular yang menggigitku sedang aku tidak dapat mengatakan sesuatu
apapun kepada rasul Mu. (Shahih Muslim)
Membicarakan hal ini memang sangat melankolis
sih. Kata sebagian orang, gak jantan banget! Sama saja
membicarakan ke-“tidak jantanan kita (bila kamu adalah lelaki) sendiri”. Bisa
jadi. Memang, kita—sebagai manusia normal—mempunyai sisi melankolis. Siapa pun
itu! Bahkan di saat-saat tertentu kita akan membutuhkannya, bahkan. Kangen
saat-saat melankolis.[]