S E P E R T I N Y A,
hal yang amat sangat menyedihkan adalah ketika kita mati masih dalam keadaan
ditolak oleh yang kita cintai. Lebih-lebih kita ditolaknya tidak hanya sekali.
Menyedihkan sekali.
Sebagian
orang, hal yang amat di carinya, lebih dari mendambakan hasrat untuk memasuki
surga, adalah berkumpul dengan kekasih. Bahkan kita tidak peduli itu di tempat
mana; surga atau neraka. Sepertinya tidak berlebihan bila ada yang
menyenandungkan;
Meskipun aku di surga mungkin aku tak bahagia
bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu
(Padi:
Tempat Terakhir)
Bolehlah
kita meyakini, kamu dapat menemui kekasih hanya di surga sebagaimana firman Nya
"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhan-nyalah mereka melihat." (Q.S. al-Qiyâmah:22-23).
Paling tidak kamu sudah menemukan motivasi untuk lebih berbuat kebajikan untuk
memasuki surga. Surga dan surga, itu seakan menjadi jargon religiaus untuk melakukan
kebajikan demi kebajikan. Sampai-sampai kita sering lupa hasrat utama jiwa
kita; berjumpa kekasih.
Bagaimana
bila itu sebaliknya; kita dapat menemui kekasih hanya di neraka? Apakah kita
masih mau, berhasrat percis seperti kita berhasrat menemui kekasih di surga?
Sepertinya kita perlu menjawabnya di hati saja. Sejujur-jujurnya! Tak perlu
takut untuk diketahui orang-orang, kita tak perlu mengatakan jawabannya kepada
orang.
Masih
sudikah kita menemui kekasih meski di tempat yang tidak mengenakkan?
Terkadang
kita memerlukan perenungan yang sebaliknya untuk mengukur diri. Apakah kita
benar-benar menemui sang kekasih atau tempat yang menyenangka; surga? Maka
jangan heran bilamana ada seorang sufi perempuan, Rabiah al-Adawiyah, ingin
membakar surga dan neraka. Bukan karena beliau mampu membakar dua tempat itu.
Sepertinya beliau tidak sehebat itu. Namun beliau mencoba membakar
hasrat-hasrat nafsu yang lebih menginginkan surga dan takut neraka dari pada
untuk menemui kekasihnya. Bukankah manusia yang dinamakan hebat adalah yang
mampu menaklukkan musuh terbesar kita; nafsu sendiri? Sebagaimana sabda kekasih
Tuhan; Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki
peperangan yang lebih besar; melawan hawa nafsu (ego).
Bukan setan. Maka janganlah sering menyalahkan kesalahan sendiri pada setan.
Semoga saja kita termasuk orang yang mampu mengalahkan nafsu sendiri sehingga
kita lebih berhasrat menemui kekasih daripada memasuki surga itu sendiri. Ihdinâ
ash-shirâth al-mustaqîm!
Wallahu
A’lam![]
Rembang-Pasuruan, 07 April 2015