بسم الله الرحمن الرحيم
Kemarin aku tertarik kepada salah satu setatus
Facebook seseorang:
Lalu siapa yang bertahta di dalamnya, Tuan?
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي
جَوْفِهِ
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya”
(QS. al-Ahzab: 04)
Benakku memojok ke kalimat “قَلْبَيْنِ”. Sepontan aku mengomentari:
Lalu siapakah yang memegang hati
seperti lekeran?
***
Didalam tafsir an-Nukat wa al-‘Uyûn (النُكَت والعيون) karya Imam Mawardi asy-Syafi’i
(w. 450 H/1058 M), ditulis bahwa ayat ini ada enam pendapat yang salah satunya
seperti yang ditulis oleh Syihabuddin Muhammad bin Abdullah al-Alusi dalam
kitab tafsirnya, Rûh al-Ma’âni (روح المعاني):
“Dikeluarkan oleh Ahmad, Tirmidzi (beliau memandang
hasan hal ini), Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Hakim (beliau
memandang shahih hal ini), Ibnu Mardawiyah.....dari Ibnu Abbas—semoga Allah
meridhai keduanya (anak-bapak) berkata bahwa; Kanjeng Nabi saw pada suatu hari beliau
sedang shalat, lalu terlintas suatu pikiran. Kemudian orang-orang munafik yang
shalat bersama beliau berkata [untuk menyindir Nabi] ‘Apakah kamu tidak melihat
bahwa ia mempunyai dua hati? Satu bersama kaian, satu bersama mereka?’
Kemudian turunlah ayat ini”
***
Lalu aku mencari makna secara isyari pada naskah-naskah
tafsir yang bercorak isyari atau tafsir sufistik. Di dalam tafsir Lathâif
al-Isyârât (لطائف الإشارات) milik Imam al-Qusyairi dalam
menjelaskan ayat penggalan ayat ini:
“Hati, ketika sibuk dengan sesuatu, maka ia dibuat
sibuk dari yang lainnya. .....malam dan siang tak akan menyatu”
Sedangkan menurut at-Tastari (w. 283 H) dalam kitab tafsirnya:
“Orang yang menghadap pada Allah azza wa jalla dengan
menghadap/lurus tanpa menoleh [kepada yang lain]. Jadi, barang siapa yang
memandang kepada sesuatu selain Allah, maka ia bukanlah orang yang bermaksud
menuju kepada Rabb nya.”
Di dalam tafsir Rûh al-Bayân, Syaikh Ismail
Haqqi al-Barausawi (daerah Turki) al-Hanafy al-Khalwaty (w. 1137 H/1715 M) ayat
ini mengisyaratkan:
“Sesungguhnya hati itu diciptakan untuk kekasih saja;
hati itu satu dan sedangkan kekasih itu [juga] satu. Jadi hati itu tidaklah
pantas kecuali untuk satu kekasih, tak ada madu lain baginya”
***
Di dalam kitab Ihya’ Imam al-Ghazali ketika
menerangkan perihal faktor yang menguatkan cinta Allah, dalam poin satu adalah
memutus hubungan dengan dunia dan mengusir cinta kepada selain Allah dari hati.
Beliau memberikan analogi “Sesungguhnya hati itu seperti sebuah bejana; ia
tak bisa memuat cuka/arak—misalnya—selama air tak keluar darinya.” Lalau
beliau mengutip ayat ini “ما جعل الله لرجل من قلبين في جوفه”.
Kemudian beliau menjelaskan bagaimana cinta yang
sempurna itu, bahwa “Sempurnanya cinta dalam cinta Allah azza wa jalla
adalah dengan seluruh hati. Selama ia berpaling kepada selain Nya, maka di
pojok hatinya itu disibukkan dengan selain Nya.” Beliau melanjutkan lebih
dalam.... “Bahkan ini adalah makna ucapanmu ‘لا إله إلا الله’; [Dia] yang disembah dan tak
ada kekasih selain Dia. Maka setiap kekasih, sesungguhnya ia adalah yang
disembah. Jadi, seorang hamba adalah orang yang berhubungan dan [sedangkan]
yang disembah adalah yang dihubungkan dengannya. Dan setiap pecinta itu
dikaitkan dengan apa yang dicintainya.” Beliau melanjutkan “Oleh karena
itu Kanjeng nabi Muhammad saw bersabda; ‘Siapa yang mengucapkan la ilaha
illallah dengan murni/ikhlas/jujur, [pasti] ia masuk surga.’ Adapun maknanya
ikhlas [di sini], bahwa hatinya murni untuk Allah; tak ada yang tersisa didalam
hatinya madu (شرك) selain Allah. Jadi Allah adalah
kekasih hatinya sekaligus yang disembah hatinya dan yang dimaksud oleh hatinya
saja.” Lalu, “Oleh dari
itu—keadaan orang yang seperti itu—dunia adalah penjaranya karena dunia adalah penghalang
dari musyahadah/memandang kekasihnya. Sedangkan kematian adalah kebebasan dari
penjara dan pertemuan atas kekasih.”
Kemudian beliau menganalogikakan keniscayaan satu
kekasih dalam hati, “Sebagaimana hal itu, manusia tak bisa mendekati timur
kecuali—dengan otomatis—menjauhi barat—seukurannya. .... Jadi dunia dan akhirat
adalah dua kebutuhan, keduanya seperti timur dan barat.”
***
“Lalu siapa yang bertahta di dalamnya, Tuan?”
Aku menjawab; Lalu siapakah yang memegang hati
seperti lekeran?
Ya, Dia memegang hati kita seperti lekeran yang ada
diantara jemari Nya:
إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ
اللَّهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ
“Sesungguhnya hati ada diantara dua jari dari
jari-jemari Allah; Dia membolak-baliknya semau Nya!”
(HR. Imam at-Tirmidzi)
Di dalam riwayat lain ditulis “مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ” (...dari jari-jemari
ar-Rahman...)— selain memakai nama “Allah”, kenapa musti memakai nama
“ar-Rahman”? kenapa tidak yang lain? Tentu pertanyaan ini perlu pembahasan
lain.
Lalu, apa relevansi antara komentarku dengan
pertanyaan setatus diatas?
Pertama, dalam konteks mencintai sesama manusia, maka
penjelasannya bahwa, hati itu ada di bawah kehendak Nya; hati kita mau condong
kemana, cinta kepada siapa? Bukankah cinta itu sendiri masih misteri? Semisteri
takdir itu sendiri—maka disini aku pernah mengungkapkan; cinta adalah
miniatur takdir. (Masih) ada rahasia dalam cinta—jika masih seperti ini,
maka kita belumlah pantas dinamakan cinta sejati. Seperti misteri yang unik
dalam cinta; Orang jatuh cinta emang unik ya. Sampek gak mau yang lain
selain dia. Kata seorang gadis asal Kejayan.
Pecinta sejati adalah orang yang menerima luka
seakan-akan Dia berbisik mesra; mencintai Aku adalah luka!
Kedua, dalam konteks mencintai Dia—disini aku hanya mengira-ngira karena
penulis belumlah pantas disebut sebagai pecinta. Bagaimana ada seseorang yang
bertahta di dalam hatiku sedangkan hatiku berada diantara “dua jemari” Nya?
***
Apa itu cinta; tak akan memahaminya kecuali orang yang
telah menerima lukanya cinta. Ketika kita sedang jatuh cinta pada seseorang;
siapakah yang sebenarnya kita cintai? “Allahummarzuqny—wa iyyaha—hubba-Ka wa
hubba man ahabba-Ka”
Ihdina ash-shirâth al-mustaqîm! Wallahu a’lam.[]
Selasa 21: 58
Bonot Lor, 03 Juli 2018
Ditulis hanya untuk
memuskan penasaranku
dengan makna “dua
hati”
pada ungkapan seorang gadis;
entahlah, tulisan ini
murni atau tidak?
Aku telah mencoba
memurnikannya
seperti biasanya,
tapi gadis itu tetap muncul juga.