"Jingga di bahuku
Malam di depanku
Dan bulan siaga sinari langkahku
Ku terus berjalan
Ku terus melangkah
Kuingin kutahu
Engkau ada"
(Dewi Lestari/ Dee; Aku Ada)
Hei…kawan! Mungkin anda pernah mendengar pertanyaan-pertanyaan tentang “mencintai dan
dicintai”, bukan? Tidak
jarang kita mendengar pertanyaan begini; enak mana sih, antara orang yang
mencintai dengan orang yang dicintai?
Sepintas
kita—sebagai anak muda yang normal—lebih cenderung ingin menjadi orang yang
dicintai (meskipun tidak mencintai) dari pada menjadi orang yang mencintai
(tapi tidak dicintai). Di sini penulis tidak membicarakan orang yang saling
mencintai. “Hem…, siapa sih yang mau mencintai seseorang yang gak balik
mencintai?!”
Ini dia,
perkataan yang spontan. Tidak dipikir
dalam-dalam! Seperti itu, benar tidak?
Pernahkah
anda mencintai seseorang yang tidak balik mencintai anda? Atau anda malah
dicintai seseorang yang tidak anda cintai? Atau bahkan lebih parahnya
lagi—mungikin lebih enak kita sebut “aneh”
dari pada parah—orang yang kita cintai itu mencintai orang lain. Bagaimanakah
rasaaya?
Baik,
mari kita muai dari perasaan ketika anda dicintai seseorang!
Bila
anda renungkan sejenak, ketika anda dicintai seseorang tanpa anda balik
mencintai. Hem…anda akan menikmati aplikasi dari cintanya si dia—orang
yang menganggap anda si pujaan hatinya. Anda akan mendapatkan senyuman manis
dari si dia, anda akan mendapatkan salam dari si dia, bahkan anda akan
mendapatkan hadiah istimewa dari si dia. Anda akan menikmati itu semua dengan cuma-cuma!
Namun, ingatlah, anda tidak akan pernah—selama anda tidak mencintai—menikmati
nikmatnya cinta! Dan…tahukah anda? Lama-kelamaan anda akan menerima senyumannya
yang manis akan terlihat biasa-biasa saja, mendengarkan salam dari dia
biasa-biasa saja seperti angin lalu saja. Anda mendapatkan hadiah istimewa dari
si dia juga akan nampak biasa-biasa saja. Tidak ada sesuatu yang luar biasa
disitu! Semuanya terasa biasa-biasa saja, sebab anda tidak merasakan cintanya!
Senang, namun sementara. Atau hanya perasaan bangga saja yang hinggap!
Namun,
bagaimana bila kenyataannya adalah anda malah mencintai seseorang—meski ketika
itu anda belum tahu dia balik mencintai anda atau tidak mencintai anda—wah…ketika
anda (hanya) mendapatkan sebuah salam singkat dari (yang dianggap) si pujaan
hati, maka perasaan anda sulit untuk anda gambarkan! Mungkin lebih enak anda
akan mengungkapkan perasaan anda ketika itu dengan ungkapan “gimana gitu…!” Apalagi
bila anda bertemu dan langsung bertatap muka dengan si dia. Wah…serasa
dunia hanya milik anda, tiada orang lain! Semacam
la nafi liljinsi yang bertemu langsung dengan isimnya, maka bisa meniadakan
semua jenis (nafyu jami’i al-jinsy).
Namun
sebaliknya, jikalau anda mendengar—atau (bahkan)—melihat si dia dengan orang
lain (yang dicintainya) serasa hati anda dipukul dengan godam baja, menyakitkan
sekali! Semacam kalimah isim yang sengaja dimasuki huruf jer, mau tak mau harus
nge-jer!
Cinta memang misteri, kawan…!
Lain
ceritanya bila cinta anda adalah cinta yang tulus. Ketika itu anda akan
memikirkan kebahagian si pujaan hati yang amat anda cintai tanpa memandang dia
balik mencintai atau tidak—memang sudah seharusnya para pecinta sejati berfikir
seperti itu! Sehingga anda merasakan kebahagiaannya, anda tidak lagi mengalami
galau berat! Anda akan terus mencintainya meskipun tahu dia tidak mencintai
anda. Anda akan terus memberikan bingkisan-bingkisan manis tanpa mengharap
apa-apa. Bahkan anda merasa bahagia dengan kegilaan itu! Sampai cinta
itu hilang dengan sendirinya, sampai anda tidak lagi berperan menjadi orang
yang mencintai si dia. Semacam metahari—yang selalu terihat ceria—yang
setiap detik menyinari bumi tanpa berfikir untuk kembali di sinari oleh bumi,
sampai ditakdirkan untuk tidak lagi menyinari bumi.
Cinta memang misteri, kawan…!
Sangat
senang rasanya, bilamana kita dicintai seseorang, namun lebih nikmat sekali
bilamana kita mencintai seseorang dengan tulus. Sebab disitu kita merasakan
cinta! Cinta bukanlah sekedar kata-kata yang indah
diungkapkan! Tapi cinta adalah rasa yang amat nikmat bila kita rasakan dan kita
aplikasikan! Maka
sangat indah sekali apa yang diungkapkan al-Qur’an tentang hal cinta-mencintai
ini;
"Katakanlah, 'Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu." (Ali Imran: 31)
Kita
perlu bertanya sedikit saja, kenapa diayat tadi tidak menyuruh kita untuk “katakanlah!”
tapi “ikutlah!”. Sebab cinta bukanah kata-kata yang perlu diungkapkan
dan belaian-belaian saja, tapi cinta itu rasa yang nikmat bila kita
aplikasikan!
Sungguh
nikmat sekali bilamana kita bisa mencintai dengan tulus! Belajar menjadi
matahari yang selalu menyinari bumi tanpa berfikir bumi akan balik
menyinarinya! Kita akan diajari bagaimana Tuhan mencintai kita—semua
makhluknya—tanpa memerlukan cinta para makhluk Nya. Bukankah Nabi kita
pernah menyuruh kita untuk berakhlak seperti akhak-Nya?
Bilamana
itu yang terjadi pada kita, sungguh amat bahagialah kita! Tanpa ada kata-kata galau
yang terucap dari hati kita meski si pujaan hati tidak balik mencintai kita.
Namun hal ini amat sulit bagi kita (terutama penulis)—selagi masih berstatus manusia
awam—yang tidak sadar akan cinta-Nya? Yang tidak merasakan cinta-Nya?
Seperti para manusia-manusia salaf—yang mungkin sudah dianggap
jadul—yang selalu berusaha mendapatkan ridha-Nya dan mencintai sesama dengan
dasar mencintai-Nya. Coba kita bayangkan kisah Rabi’ah al-Adawiyah, Jaluddin el-Rumi,
dan banyak lagi manusia-manusia pencari cinta sejati lainnya.
Maukah kita selamanya disebut manusia awam? Penulis memang bukan termasuk orang-orang
hebat semacam orang-orang dulu (salaf), penulis masilah berstatus manusia awam yang
berharap seperti orang-orang yang mencintai-Nya sehingga mencintai sesama
ber-alas-kan (baca;berdasarkan) cinta Nya.
Maka
kita hanya bisa berdo’a, mengharap-harap pada-Nya, “Duh, Gusti! Berialah
saya rizki ‘cinta’ pada-Mu, cinta pada manusia yang mencintai-Mu dan cinta pada
sesuatu yang membuat aku cinta pada-Mu. Dan jadikanlah cinta-Mu lebih besar dari cinta pada diriku dan air
dingin.… اللهم ارزقني حبك وحب من أحبك وحب ما يقربني الى حبك وأجعل حبك أحب اليً من الماء البارد (do’a Nabi Muahammad).”
Pemberian Mu amatlah banyak, Tuhan
Dan semua perbuatan Mu itu indah
Ihdinâ ash shirâth al-mustaqîm! Âmin!
Wallahu A’lam![]